ADAB MENGUCAPKAN SALAM
Yang paling
pertama memerintahkan salam adalah Allah Yang Maha Tinggi, di mana Allah
memerintahkan Adam alahis salam untuk mengucapkannya kepada para
malaikat. Disebutkan di dalam riwayat Al-Bukhari:
إِنَّ اللهَ
لَمَّا خَلَقَ آدَمَ قَالَ اذْهَبْ فَسَلِّمْ عَلىَ أُلئِكَ اْلمَلاَئِكَةِ
فَاسْتَمِعْ مَايُجِيْبُوْنَكَ تَحِيَتُكَ وَتَحِيَّة ذُرِّيَتِكَ ,
فَقَالَ َالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ, فَقَالُوْا: اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ
· "Sesungguhnya Allah Ta'ala saat setelah menciptakan Adam alahis
salam, Dia berfirman kepada Adam: "Pergilah dan ucapkanlah salam kepada
para malaikat ini dan dengarkanlah dengan apakah mereka menjawabmu,
sebagai ucapan penghormatan bagimu dan bagi keturunanmu". Lalu Adam
berkata: َالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ mereka menegaskan: اَلسَّلاَمُ
عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ…".[1] Dan pada masa awal
kedatangan Nabi di Madinah beliau memerintahkan para shahabat untuk
menyebarkan salam.
· Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari A'isyah, Rasulullah bersabda:
مَا حَسَدَتْكُمُ اْليَهُوْدُ عَلىَ شَئٍ مَا حَسَدَتْكُمْ عَلىَ السَّلاَمِ وَالتَّأْمِيْنِ
"Orang-orang Yahudi tidak dengki kepadamu karena sesuatu, mereka dengki
karena salam dan ucapan amin (setelah membaca Al-Fatihah)".[2]
· Disunnahkan untuk mengawali ucapan salam kepada orang lain, dan
menjawabnya adalah wajib. Dan jika seseorang mengucapkan salam kepada
sebuah jama'ah, kalau dijawab oleh semua jama'ah, maka hal itu lebih
bagus, namun kalau dijawab oleh salah seorang dari mereka maka yang lain
terbebas dari beban tersebut.[3]
· Ucapan salam yang paling
baik adalah: اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ hal
ini berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah bahwa seorang lelaki lewat di
hadapan Rasulullah
dalam sebuah majlis dan mengucapkan salam:
اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ , beliau bersabda: "Sepuluh kebaikan", lalu
lewatlah lelaki lain seraya mengucapkan salam: اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ َ Rasulullah mengatakan: "Baginya duapuluh kebaikan".
Lalu lewatlah lelaki lain sambil mengucapkan salam: اَلسَّلاَمُ
عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ maka Rasulullah mengatakan:
"Baginya tigapuluh pahala kebaikan".([4])[5]
· Dimakruhkan memulai salam dengan ucapan:اَلسَّلاَمُ ْ ُ عَلََيْكُمُ Berdasarkan sabda Rasulullah:
لاَ تَقُلْ عَلَيْكُمُ السَّلاَمَ فَإِنَّ عَلَيْكُمُ السَّلاَمَ تَحِيَّةُ المَوْتَى
"Jangnlah engkau mengatakan ,عَلَيْكُمُ السَّلاَمَ sebab ucapan
عَلَيْكُمُ السَّلاَمَ adalah penghormatan bagi orang yang telah
meninggal".[6]
· Dianjurkan untuk mengulangi salam tiga kali
jika jama'ah tempat mengucapkan salam cukup banyak atau merasa ragu
dengan pendengaran orang yang disalamkan kepadanya. Dan Rasulullah jika
mengucapkan salam maka beliau mengulanginya tiga kali.[7
·
Dianjurkan untuk menyebarkan salam ((kepada orang yang engkau ketahui
dan orang yang engkau tidak ketahui)) dan Rasulullah bersabda:
· إِنَّ مِنْ أَشْرَاطَ السَّاعَةِ كَانَتِ التَّحِيَّةُ عَلىَ اْلمَعْرِفَةِ
"Sesungguhnya di antara tanda datangnya hari kiamat adalah penghormatan
(ucapan salam) dilandaskan pada pengetahuan orang terhadap orang lain
semata". Dalam riwayat lain disebutkan:
أَنْ يُسَلِّمَ الرَّجُلُ عَلىَ الرَّجُلِ لاَ يُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِلاَّ لِلْمَعْرِفَةِ
· "Seorang lelaki mengucapkan salam kepada lelaki lainnya dan dia tidak
mengucapkan salam tersebut kecuali karena ia mengenalnya".[8] Begitu
juga hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma bahwa sesorang lelaki
bertanya kepada Rasulullah:
“Islam apakah yang terbaik? Beliau
menjawab: "Engkau memberi makanan dan mengucapkan salam kepada orang
yang engkau kenal dan tidak kau kenal".[9]
· Bawasanya Ibnu
Umar radhiallahu anhuma memasuki pasar dan tidaklah dia melewati
seorangpun kecuali dia mengucapkan salam atasnya. Maka Thufail bin Abi
Ka'ab berkata kepadanya: Apakah yang engkau perbuat di pasar sementara
dirimu tidak tinggal untuk berjual beli? Tidak bertanya tentang harga
barang? Tidak menawar barang dan tidak pula duduk di majlis yang
terdapat di pasar? Beliau menjawab: Wahai Abu Bathn (kinayah untuk orang
yang besar perutnya) sebab Thufail seorang yang berperut besar-kami
hanya pergi untuk mengucapkan salam kepada orang yang kami temui".[10]
· Dianjurkan bagi orang yang datang untuk mengawali salam, dasarnya
adalah kisah tentang tiga orang yang datang kepada Nabi lalu
mengucapkan: [11] اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُم
· Termasuk sunnah
bahwa seorang yang mengendarai mengucapkan salam kepada orang yang
berjalan, orang yang berjalan mengucapkan salam kepada orang yang sedang
duduk, orang yang sedikit kepada orang yang banyak, orang yang lebih
kecil kepada orang yang lebih besar. Seandainya dua orang yang sedang
mengendarai mobil atau hewan atau dua orang berjalan saling berjumpa,
maka yang lebih utama adalah orang yang lebih kecil mengawali salam,
seandainya orang yang lebih besar memulai salam maka dia mendapat pahala
atas perbuatannya. Berdasarkan sabda Rasulullah dalam riwayat Abu
Hurairah :
"يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى اْلمَاشِي وَاْلمَاشِي
عَلىَ اْلقَاعِدِ وَاْلقَلِيْلُ عَلىَ اْلَكثِيْرِ" وفي راية للبخار"
"يُسَلِّمُ الصَّغِيْرُ عَلىَ اْلكَبِيْرِ وَاْلمَارُ عَلَى اْلقَاعِدِ
وَاْلقَلِيْلُ عَلىَ اْلكَثِيْرِ"
"Orang yang berkendaraan
mengucapkan salam kepada orang yang berjalan, orang yang berjalan kepada
orang yang duduk, orang yang sedikit kepada orang yang banyak"[12]
Dalam riwayat lain disebutkan: Orang yang kecil mengucapkan salam kepada
orang yang lebih besar, orang lewat / berjalan kepada orang yang duduk
dan orang yang sedikit kepada orang yang banyak".[13]
· Apabila
dua orang bertemu dan setiap mereka berdua mengawali ucapan salam maka
setiap mereka berdua untuk menjawab salamnya. (Syarhul Hidayah)[14].
· Para ulama dalam mazdhab Syafi'iy berkata: Disunnahkan mengirim salam
dan orang yang dipercayakan mengirim salam tersebut wajib
menyampaikannya, inilah yang wajib dilakukan jika dia sanggup
menanggungnya sebab dia diperintahkan untuk menyampaikan amanah, namun
jika dia tidak sanggup menanggungnya maka dia tidak wajib
menyampaikannya. Disebutkan di dalam kitab Al-Shahihaini dari A'isyah
radhiallahu anha berkata: Rasulullah :
bersabda: "Wahai
Aisayah ini Jibril datang untuk mengucapkan salam kepadamu". Dia
menjawab: وَعَلَيْهِ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ dan ditambahkan di
dalam riwayat Bukhari: "وَبَرَكَاتُهُ" disebutkan di dalam Syarah
Muslim: Didalamnya penjelasan tentang bolehnya orang asing (yang bukan
mahrom) mengirim salam kepada perempuan asing lainnya jika tidak
dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah dengan perbuatan tersebut".[15]
· Menjawab orang yang membawa dan orang yang mengirim salam. Telah
datang seorang lelaki kepada Rasulullah dan berkata: Sesungguhnya
bapakku mengirim salam untukmu". Rasulullah menjawabnya:
[16]وَعَلَيْكَ وَعَلىَ أبِيْكَ السَّلاَم Abu Dzar berkata: "Hadiah yang baik dan beban dengan ringan".
· Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan mengucapkan salam
kepada wanita asing yang bukan mahrom, ada ulama yang melarang dan ada
pula membolehkan, dan semoga yang lebih kuat adalah apa yang disebutkan
oleh Imam Ahmad rahimhullah: Jika perempuan tersebut sudah tua maka
tidak apa-apa, namun jika masih muda maka tidak boleh.[17]
·
Disunnahkan mengucapkan salam kepada anak-anak kecil, berdasarkan hadits
riwayat Anas bahwa dia melewati anak-anak dan mengucapkan salam kepada
mereka, lalu menceritakan bahwa "Rasulullah mengerjakan hal
tersebut".[18]
· Mengucapkan salam kepada orang yang terjaga,
di tempat yang terdapat padanya orang lain sedang tertidur, dengan
merendahkan suara untuk memperdengarkan salam kepada orang yang terjaga
tanpa membangunkan mereka yang sedang tertidur, berdasarkan hadits
riwayat Miqdad bin Al-Aswad dan disebutkan di dalam hadits tersebut
bahwa "Nabi datang pada waktu malam lalu mengucapkan salam dengan suara
yang tidak membangunkan orang yang sedang tertidur namun didengar oleh
orang yang sedang terjaga…".[19]
· Dilarang mendahului ahli kitab dengan salam; berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam:
لاَ تَبْدَؤُوْا الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلاَم ِفَإِذَا
لَقِيْـتُمْ أَحَدَهُمْ فِي الطَّرِيْقِ فَاضْطَرُّوْهُ إِلىَ أَضْيَق
"Janganlah kalian memulai orang yang Yahudi dan Nashrani dengan salam,
jika kalian menemukan salah seorang dari mereka di jalanan maka desaklah
mereka ke jalan yang lebih sempit".[20] Dan jika ingin menghormatinya
maka hormatilah dia dengan selain salam. Dan apabila dia mengawali
salam, maka hendaklah dia mengucapkan: (وَعَلَيْكُمْ)[21] dan tidak
mengapa setelah itu untuk bertanya kepadanya: Bagaimana keadaanmu,
bagaimana keadaan anak-anakmu, sebagaimana dibolehkan oleh syekhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimhullah.[22]
· Dilarang menyampaikan salam dengan isyarat, berdasarkan hadits riwayat Jabir bin Abdullah secara marfu' kepada Nabi:
لاَ تُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَ الْيَهُوْد فَإِنَّ تَسْلِيْمَهُمْ بِالرُّؤُوْسِ وَاْلأَكُفِّ وَاْلإِشَارَةِ
"Janganlah memberi salam seperti salamnya orang-orang Yahudi,
sesungguhnya salam mereka dengan kepala, telapak tangan dan
isyarat".[23]
· Boleh memperdengarkan salam pada sebuah majlis
yang dihadiri oleh campuran orang muslim dan musyrik, dan niat
mengucapkan salam tersebut hanya dikhususkan bagi orang muslim saja.[24]
لاَ تُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَ الْيَـهُوْدِ فَإِنَّ تَسْلِيْمَهُمْ بِالرُّؤُوْسِ وَاْلأَكُفِّ وَاْلإِشَارَةِ
"Janganlah engkau menyampaikan salam seperti apa yang diperbuat oleh
orang-orang Yahudi, sesungguhnya salam mereka dengan kepala, telapak
tangan dan isyarat".[25]
· Dibolehkan mengucapkan salam kepada
orang yang sedang shalat dan menjawabnya dengan isyarat, dan tidak
terdapat baginya cara tertentu; terkadang dengan Rasulullah menjawabnya
dengan jari-jari, terkadang pula berisyarat dengan tangan atau
memberikan isyarat dengan kepalanya dan disebutkan dalam riwayat yang
shahih bahwa beliau berisyarat dengan telapak tangan.[26]
· Dibolehkan mengucapkan salam kepada orang yang sedang membaca Al-Qur'an dan dia wajib menjawabnya.
· Dimakruhkan memberikan salam kepada orang yang sedang menjauh untuk
membuang hajat, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiallahu
bahwa seorang lelaki lewat sementara Rasulullah sedang kencing, lalu
lelaki tersebut mengucapkan salam kepada Nabi namun beliau tidak
menjawabnya.[27]
· Dianjurkan mengucapkan salam saat memasuki
rumah, sebagaimana dianjurkan mengucapkan salam saat rumah kosong; Dari
Ibnu Umar t bahwa dia berkata: Jika seseorang memasuki rumah yang tidak
berpenghuni maka hendaklah dia mengatakan:
اَلّسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلىَ عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
"Kesejahteraan atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shaleh".[28]
· Dianjurkan bagi seorang yang memasuki mesjid untuk shalat dua rekaat
sebagai shalat tahiyatul mesjid sebelum mengucapkan salam. Ibnul Qoyyim
rahimahullah berkata: …dan di antara petunjuknya adalah orang yang
memasuki mesjid mulai dengan dua rekaat tahiyatul masjid kemudian
barulah ia datang dan mengucapkan salam kepada jama'ah yang sedang
berkumpul seperti yang dijelaskan dalam hadits al-musi' shalatahu
(seorang yang mempraktikkan shalatnya secara tidak sempurna).[29]
· Tidak diperbolehkan bagi seseorang memasuki mesjid saat imam sedang
berkhutbah pada hari jum'at, sementara dia sendiri mendengar khutbah
tersebut, maka dilarang baginya memberi salam kepada orang yang ada di
mesjid, dan orang yang berada di dalam mesjid tidak diperbolehkan
menjawab salam tersebut saat imam sedang berkhutbah, namun jika
menjawabnya dengan isyarat maka itu diperbolehkan.[30]Jika orang yang
ada di sampingnya mengucapkan salam kepadanya lalu ingin menjabat
tangannya saat imam sedang berkhutbah, maka dia boleh menjabat tangannya
tanpa harus berbicara dan menjawab salamnya setelah khatib selesai
dengan khutbah yang pertama, dan jika seseorang mengucapkan salam saat
khatib berkhutbah dengan khutbah yang kedua maka engkau menjawab
salamnya setelah kahtib selesai dari khutbahnya yang kedua.[31]
· Dijelaskan dalam sebuah riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma bahwa Rasulullah bersabda:
مَنْ بَدَأَ بِالْكَلاَمِ قَبْلَ السَّلاَمِ فَلاَ تُجِبْيُبوْهُ
"Barangsiapa yang memulai dengan mengobrol sebelum mengucakan salam
maka janganlah engkau menjawabnya".[32] Dalam lafaz Ibnu Ady dijelaskan
bahwa: "Mengucapakan salam dahulu sebelum bertanya, maka barangsiapa
yang memulai kepadamu dengan berbicara sebelum mengucapakan salam maka
janganlah engkau menjawabnya". Dan diriwayatkan oleh Jabir secara marfu'
Rasulullah bersabda:
لاَ تَأْذَنُـوْا ِلمَنْ لَمْ يَبْدَأْ بِالسَلاَم
"Janganlah engkau mengizinkan orang yang tidak memulai dengan salam".[33]
· Termasuk sunnah mengucapkan salam ketika meninggalkan suatu majlis, berdasarkan hadits Rasulullah:
إِذَا نْتَهَى أَحَـدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ فَإِذَا
أَرَادَ أَنْ يَقُـوْمَ فَلْيُسَلِّمْ فَلَيْسَتِ اْلأُوْلىَ بِأَحَقَّ
مَِن اْلآخِـرَةِ
"Apabila salah seorang di antara kalian telah
sampai pada sebuah majlis maka hendaklah dia mengucapkan salam, dan jika
dia ingin bangkit keluar maka hendaklah mengucapkan salam, dan tidaklah
yang pertama lebih berhak dari yang terakhir (dengan salam)".[34]
· Meminyaki tangan dengan wewangian untuk berjabat tangan. Dari Tsabit
Al-Banani bahwa Anas meminyaki tangannya dengan minyak wangi yang harum
untuk berjabatan tangan dengan teman-temannya.
· Syekhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimhullah ditanya tentang hukum berjabat tangan setelah
shalat fardhu, beliau menjawab: “Berjabat tangan setelah menunaikan
shalat fardhu bukan termasuk sunnah akan tetapi bid’ah”. Dan Al-Izz bin
Abdusalam berkata: “Berjabat tangan setelah melaksanakan shalat subuh
dan asar adalah bid’ah kecuali bagi orang yang baru datang yang telah
berkumpul dengan orang yang akan disalaminya sebelum shalat, sebab
sesungguhnya berjabat tangan disyari’atkan saat baru datang dan Nabi r
setelah selesai melaksanakan shalat wajib, beliau membaca wirid-wirid
yang disyari’atkan, beristigfar tiga kali lalu bubar.[35]
· Di
antara kesalahan yang terjadi adalah meninggalkan salam saat baru
bertemu (sekalipun tidak lama berpisah), dan hadits Al-Musi’ Shalatahu
adalah dalil disyari’atkanya mengucapkan salam seklipun pertemuan
sebelumnya berlalu selang beberapa waktu. Dan Imam Nawawi rahimahullah
memberikan bab di dalam kitab riadhus shalihin tentang hadits Al-Musi’
Shalatahu, yaitu ((bab isthbaabu I’adatis salam ala man takarrara
liqaa’ahu ala Qurbin bi an dakhala tsumma kharaja tsumma dkhala fil haal
au haala bainahumaa syajarotun au nahwaha/ Bab dianjurkannya mengulangi
salam bagi orang yang pertemuannya berkali-kali selang beberapa saat,
yaitu dalam masa yang berdekatan; sekedar masuk kemudian keluar lalu
masuk pada saat yang sama atau dihalangi oleh sebuah pohon atau yang
lainnya)).
· Ada beberapa bentuk penghormatan lain yang
disyari’atkan, seperti mengucapkan: مَرْحَبًا (Selamat datang), tetapi
yang paling utama agar penghormatan ini diucapkan bersamaan dengan
salam, maka tidak boleh mencukupkan diri dengannya tanpa dibarengi
salam. Sebagaimana yang diriwaytkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu anhu, ia
berkata: Saat utusan Abdul Qois mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi
wasallam , beliau menyambut mereka dengan mengucapkan:
مَـرْحَبًا بِالْـوَفْـدِ الَّذِيْنَ جَاءُوْا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى
“Selamat datang dengan utusan yang datang tanpa terhina dan
penyesalan”. Lalu mereka berkata: Wahai Rasulullah! Kita adalah bagian
dari penduduk desa Rabi’ah, dan jarak di antara kami dan dirimu terpisah
oleh suku Mudhar, kami tidak bisa mendatangimu kecuali pada bulan-bulan
haram, maka perintahkanlah kepada kami dengan perkara yang jelas, yang
dengannya kami bisa masuk surga dan sebagai bekal yang kami akan
dakwahkan kepada orang-orang di belakang kami..”.[36] Dalam hadits yang
shahih Nabi bersabda:
إِذَا أَتىَ الرَّجُـلُ الْقَـوْمَ فَقَالُوْا مَرْحَبًا فَمَرْحَبًا بِهِ يَـوْمَ يَلْـقَى رَبَّهُ
Apabila seseorang mendatangi suatu kaum kemudian mereka mengucapkan:
مَرْحَبًا maka keselamatan baginya pada hari dia bertemu dengan
Tuhannya”.[37]
· Dan di antara cara memberikan penghormatan yang praktis adalah berjabat tangan, berpelukan dan mencium.
· Adapun brjabat tangan. Dijelaskan dalam hadits shahih dari Anas, dia
berkata: Pada saat penduduk Yaman mendatangi Nabi r, Rasulullah r
berkata: (Telah datang kepadamu penduduk Yaman) dan mereka adalah orang
yang pertama datang dengan berjabat tangan”.[38]
Diriwayakan
dari Abu Dawud Rahimahullah dan yang lainnya bahwa Rasulullah bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ
لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا
"Tidaklah dua orang muslim
saling berjabat tangan kecuali dosa-dosa mereka akan diampuni sebelum
mereka berdua berpisah".[39] Dari Anas radhiallahu anhu: Seorang lelaki
berkata: Wahai Rasulullah! Salah seorang di antara kami menemui
sahabatnya yang lain, apakah dia harus tunduk kepadanya (sebagai
penghormatan baginya)? Rasulullah menjawab: "Tidak", lalu shahabat
tersebut bertanya kembali: Apakah dia harus memeluknya dan menciumnya?
Rasulullah menjawab: "Tidak", lalu shahabat tersebut kembali bertanya:
"Apakah dia harus berjabat tangan dengannya?" Maka Rasulullah menjawab:
Ya, jika dia mau melakukannya".[40] Sebagaimana tidak dianjurkan untuk
mencabut tangan saat berjabatan tangan sampai shahabatnya tersebut yang
memulai mencabut tangannya sendiri, sebagimana diriwayatkan oleh Anas
bin Malik t bahwa dia berkata: Bahwa Rasulullah jika menyambut seseorang
dan menjabat tangannya maka beliau tidak mencabut tangannya sendiri
sampai orang tersebutlah yang memulai mencabut tangannya".[41]
Adapun berpelukan. para ulama mengatakan bahwa perbuatan tersebut
dilakukan (khusus untuk menyambut orang yang baru datang dari)
perjalanan, sebagian ulama mengatakan bahwa berpelukan disyari'atkan
juga dalam keadaan tidak musafir jika waktu berpisah cukup lama atau
orang yang berkunjung adalah seorang yang mempunyai kedudukan dan wibawa
dan mereka butuh dengan sikap seperti ini, sebagaimana diriwayatkan
oleh Turmudzi rahihullah dalam kitab Al-Syama'il dan yang lainnya bahwa
Rasulullah mendatangi rumah Abi Al-Tayhan-salah seorang shahabat-maka
pada saat dia melihat bahwa yang datang adalah Rasulullah, dia segera
mendatangi beliau dan memeluk Rasulullah padahal rumahnya ada di
Madinah.[42]
Adapun mencium. Maka para ulama menyebutkan
dibolehkannya mencium kepala, adapun mencium tangan maka sebagian ulama
membenci hal tersebut, disebutkan dari syekhul Islam rahimhullah bahwa
sebagian ulama menyebutnya sebagai sajdah sugro (sujud kecil).
Adapun mencium kedua pipi dan mulut. Maka perbuatan tersebut dilarang
dan tidak boleh, dan larangan ini menjadi kuat bahkan hukumnya menjadi
haram jika dibarengi dengan meningkatnya syahwat. Yang disyari’atkan
adalah mencium kepala. Dan sebagian mereka membolehkan mencium tangan
orang-orang shaleh dan para ulama yang mulia jika seseorang melakukannya
karena dorongan (keistiqomahannya) di dalam agama dan dimakruhkan
mencium tangan selain mereka dan tidak diperbolehkan sama sekali mencium
tangan seorang lelaki remaja yang tampan, dan disebutkan di dalam
catatan pinggir fatawa Imam Nawawi rahimhullah Ta’ala: Apabila seseorang
ingin mencium tangan orang lain karena kezuhudan, kesalehan, keilmuan,
kemuliaan dan kedudukannya atau yang lainnya dari kemuliaan karena agama
maka hal itu tidak dimakruhkan bahkan dianjurkan, sebab Abu Ubaidah
telah mencium tangan Umar radhiallahu anhu, namun jika karena kekayaan,
harta, kekuasaan dan wibawa terhadap orang yang ahli dunia dan yang
seperti mereka maka perbuatan itu sangat dibenci.[43]
· Tidak
termasuk kebiasaan generasi salaf dari sejak Nabi dan khulafair rasyidin
membiasakan berdiri (saat menyambut Nabi), sebagaimana yang diperbuat
oleh sebagian besar orang, bahkan Anas bin Malik radhiallahu anhu
mengatakan tentang para shahabat (bahwa tidak ada seorangpun yang lebih
mereka cintai dari Nabi, namun saat mereka melihat beliau, mereka tidak
pernah beridiri untuk menyambutnya karena mereka mengetahui bahwa beliau
membenci perbuatan tersebut)[44], akan tetapi terkadang mereka bangkit
untuk menyambut orang yang baru datang untuk menemuinya, sebagaimana
diriwayatkan dari Nabi r bahwa beliau bangkit berdiri untuk menyambut
Ikrimah, dan beliau juga memerintahkan kepada kaum Anshar saat Sa’ad bin
Mu’adz ra kembali: “Berdirilah untuk menyambut pemimpin kalian”, yaitu
setelah beliau kembali memberikan keputusan hukuman bagi Yahudi Bani
Quraidhah.[45]
Jika kebiasaan yang berkembang di tengah
masyarakat, bahwa menghormati orang yang baru datang dengan cara
berdiri, dan seandainya ditinggalkan orang beranggapan bahwa hal
tersebut berarti meninggalkan hak orang yang baru datang, sementara
mereka belum mengetahui perbuatan yang sesuai dengan sunnah, maka yang
lebih baik adalah berdiri menyambut orang yang baru datang tersebut
sebab hal ini lebih baik dalam menjaga kedamaian antar sesama dan
menghindarkan timbulnya permusuhan dan saling benci. Adapun orang
mengetahui bahwa kebiasaan suatu masyarakat adalah berbuat sesuatu yang
sesuai dengan sunnah, maka meniggalkan berdiri untuk menyambut orang
yang baru datang tidak termasuk menyakiti orang yang baru datang
tersebut.([46])[47]
Dianjurkan bagi orang yang terhalang
menjawab salam sudaranya untuk meminta maaf kepadanya dan menjelaskan
alasannya. Diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu anhu bahwa Nabi r
mengutusnya ke negeri Yaman, dia menceritakan: "Aku mendatangi Nabi r
sambil mengucapkan salam kepadanya, namun beliau tidak menjawabku,
akhirnya hatiku merasakan sesuatu yang Allah lebih tahu dengannya, aku
berkata di dalam diriku: Jangan-jangan beliau marah karena
keterlambatanku mendatanginya”, kemudian, aku kembali mengucapkan salam
kepadanya, namun beliau tetap tidak menjawab salamku, maka aku merasa
tidak enak di dalam hatiku lebih dari apa yang aku rasakan pada salam
yang pertama, lalu aku kembali mengucapkan salam yang ketiga untuknya,
kemudian beliau menjawab salamku, lalu bersabda: "Hanya sanya yang
menghalangi aku menjawab salammu adalah karena aku sedang shalat”. Dan
pada saat itu beliau sedang shalat di atas hewan tunggangannya dan tidak
menghadap kiblat.[48]
· Mengucapkan salam dengan lisan dan isyarat secara bersamaan kepada orang yang bisu dan tuli.[49]
· Disyari’atkan untuk mengucapkan salam kepada penghuni kubur.
· Imam Bukhari berkata dalam kitabnya: Al-Adabul Mufrod: Bab Jawabul
Kitab, dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Saya berpendapat harus menjawab
salam yang tertulis di dalam kitab sama seperti menjawab salam (yang
terucap)”.[50]
Catatan Kaki:
[1] HR. Bukhari no: 3326. Muslim no:2841.
[2] HR. Ibnu Hibban no: 856, dishahihkan oleh Albani.
[3]Al-Nawawi syarah shahih Muslim 2160.
[4] Abu Dzakaria Al-Nawawi mengatakan: Dianjurkan bagi orang yang
mengucapkan salam untuk memulainya dengan اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ yaitu menyebutkannya dengan menggunakan
kata ganti plural sekalipun sesorang mengucapkan salam kepada satu orang
saja. Dan orang yang menjawabnya mengatakan: وعَلََيْكُمْ اَلسَّلاَمُ
وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ. Al-Adab Al-Syariyah 1/359.
[5] HR. Bukhari dalam kitab Al-Adabul Mufrod no: 986, Albani mengatakan: Shahih.
[6] Sunan Abu Dawud no: 5209, dan Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[7] Semua riwayat tentang mengulangi salam menyimpulkan bahwa
mengulangi salam dilakukan pada kondisi tertentu, dan Imam Al-Nawawi
mengatkan bahwa mengulangi salam dilakukan apabila jama'ah tempat
mengucapkan salam tersebut berjumlah banyak (Riyadhus Shalihin hal.
291). Dan mengulangi ucapan salam untuk meliputi semua jama'ah. Dan Ibnu
Hajar mengatakan rahimahullah mengatakan bahwa mengulangi salam
dilakukan jika seseorang merasa ragu kalau-kalau orang yang diberikan
salam kepadanya tidak mendengarkan ucapan salam tersebut. Fathul Bari
hadits no: 6244, dan Zadul Ma'ad 2/418.
[8] HR. Bukhari no: 6244.
[9] HR. Bukhari no:12 dan Muslim no: 39.
[10] Al-Adabus Syar'iyah 1/396.
[11] HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod no: 986, dan Albani mengatakan: Shahih.
[12] HR. Bukhari no: 6232. Muslim no: 2160.
[13] HR. Bukahri no: 6231.
[14] Al-Adabus Syar'iyah 1/401.
[15] Al-Adabus Syar'iyah 1/401.
[16] HR. Abu Dawud no: 5231 dihasankan oleh Albani
[17] Al-Adabus Syar'iyah 1/352.
[18] HR. Bukahri no: 6247.
[19] HR. Muslim no: 2055.
[20] HR. Muslim no: 2167
[21] Kecuali jika ucapan selamat yang mereka lontarkan cukup jelas dan
tidak membawa makna yang samar, maka dalam hal ini boleh bagi sesorang
untuk menjawabnya, berdasarkan keumuman makna yang terkandung dalam
firman Allah I: وَإِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِأَحْسَنَ
مِنْهَا أَوْ رُدُّوْهَا"Apabila kalian diberikan suatu penghormatan maka
balasalah penghormatan tersebut dengan yang lebih baik darinya atau
balaslah dengan hal yang sama".
[22] Jika ada yang bertanya:
Bagaimana dengan sikap Nabi r yang mengawali salam kepada orang kafir
dengan mengatakan:سَلاَمٌ عَلىَ مَنِ اتَّبَعَ اْلهُدَى...؟ (keselamatan
kepada orang yang mengikuti petunjuk). Para mufassirin menyebutkan bahwa
ucapan tersebut bukan penghormatan tetapi maksudnya adalah orang yang
masuk Islam akan selamat dari adzab Allah. Oleh karena itu disebutkan
setelahnya bahwa azab akan menimpa orang yang mendustakan dan berpaling
dari tuntunan Allah, maka jawabannya adalah bahwa beliau tidak mengawali
orang kafir dengan mengucapkan salam secara sengaja, sekalipun lafaz
hadits ini seakan mengisyaratkan makna tersebut. (Fathul Bari, Ibnu
Hajar 1/38).
[23] Al-Adabus Syar'iyah 1/390, Al-Adzkar, An-Nawawi 367.
[24] Al-Adabus Syar'iyah 1/390, Al-Adzkar, Al-Nawawi: 367
[25].Fathul Bari 11/16, adapun tentang hadits Asma' binti Yazid yang
mengatakan: "Nabi saw mengulurkan tangannya kepada jama'ah perempuan
saat menyampaikan salam". HR. Turmudzi no: 2697, Al-Bukhari dalam kitab
Al-Adabul Mufrod no: 1047, 1003, Albani mengatakan bahwa hadits tersebut
shahih, Imam Nawawi mengatakan bahwa kemungkinan bahwa Nabi saw
mengumpulkan antara isyarat dengan ucapan salam, sebagimana yang
disebutkan dalam riwayat Abi Dawud: فَسَلَّمَ عَلَيْهِ (dan mengucapkan
salam kepadanya), Al-Adzkar hal. 356.
[26] Syekhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah dalam fatwanya pada jilid ke 22, menyebutkan bahwa
Jika orang yang sedang shalat mengetahui cara menjawab salam dengan
isyarat maka dibolehkan menyampaikan salam kepadanya, jika dia tidak
mengetahuinya maka sebaiknya tidak mengucapkan salam kepadanya agar
shalat mereka yang wajib tidak terputus dengan perbuatan yang sunnah,
sebab bisa jadi orang tersebut menjawab salam secara lisan sehingga
menimbulkan kekurangan bagi shalatnya.
[27] HR. Muslim no: 370
[28] Al-Adabul Mufrod no: 1055 dan dihasankan oleh Al-bani.
[29] Zadul Ma'ad 2/413-414.
[30] Fatawa Lajnah Da'imah 8/243.
[31]Fatawa Lajnah Da'imah 8/246 Saudi Arabia.
[32] HR. Al-Thabrani dalam kitab Al-Ausath dan Abu Na'im dalam kitab
Al-Hulyah dihasankan oleh Al-Bani dalam Silsilatus Shahihah no: 816.
[33] Dishahihkan oleh Albani dalam kitab Al-Shahihah: 817.
[34] HR. Turmudzi nno: 2861, Al-Bukahri dalam kitab Al-Adabul Mufrod no: 1008 dan Albani mengatakan hadits Shahih.
[35] Al-Muhkamul Matiin Fi Ikhtisharul Qaulul Mubiin Fi Aktha’al Mushalliin, Mashur bin Hasan Ali Salman.
[36] Shahih Bukhari no: 5708.
[37] As-Silsilatus Shahihah no: 1189
[38] HR. Abu Dawud no: 5212
[39] HR. Abu Dawud no: 5212 dan Albani mengatakan bahawa hadits ini shahih.
[40] HR. Turmudzi no:2728, dan dikeluarkan oleh Alabni dalam kitabnya Sililatus Shahihah no:160 1/288.
[41] HR. Turmudzi no: 2490, dishahihkan oleh Albani dengan berbagai jalan dalam kitab Al-Sisilatus Shahihah no: 2485, (5/635)
[42] Al-Turmudzi no: 2292.
[43] Albani rahimhullah menegaskan dalam kitab Al-Silsilatus Shahihah
1/251 bahwa mencium tangan orang yang alim dibolehkan dengan tiga
syarat:
1. Tidak dijadikan sebagai kebiasaan, di mana orang yang
alim tersebut secara sengaja mengulurkan tangannya kepada para
murid-muridnya.
2. Hal tersebut tidak menjadikan orang yang alim tersebut sombong terhadap orang lain.
3. Perbuatan tersebut tidak menyebabkan hilangnya sunnah berjabatan tangan.
Disebutkan dalam fatwa syekh Ibnu Humaed rahimhullah: “Tidak baik bagi
seorang lelaki mencium mulut ibunya dan tidak pula mulut anaknya,,
begitu juga kakak laki-laki tidak diperbolehkan mencium mulut adik
perempuannya, dan bibi dari bapak, bibi dari ibu serta salah seorang
mahromnya, mencium mulut khusus bagi seorang suami.
[44] HR. Bukhari dalam kitab Al-Adabul Mufrod no: 946, dan terdapat sedikit perbedaan lafaz, Albani berkata: Shahih.
[45]HR. Bukhari no: 6262.
[46] Majmu’ fatawa 1/374-375
[47] Ibnu Hajar rahimhullah berkata: secara umum, jika berdiri untuk
menyambut seseorang dianggap sebagai penghinaan dan bisa menimbulkan
kerusakan maka hal itu tidak boleh dilakukan, dan makna inilah yang
ditegaskan oleh Ibnu Abdis Salam (Fathul Bari 11/56). Ahlul Ilmi
menjelaskan bahwa berdiri tersebut dibagi menjadi tiga macam:
1/Berdiri untuk mendatangi seseorang, maka hal ini tidak mengapa, sebab
Nabi r saat kedatangan Sa’d bin Mu’adz t setelah memberikan hukuman
kepada Yahudi dari Bani Quraidhah, Rasulullah bersabda: (Berdirlah
menuju pemimpin kalian) HR. Bukhari no: 4121, Muslim no: 1768.
2/Berdiri untuk menyambut kedatangan seseorang, hal ini juga tidak
mengapa, apalagi jika masyarakat menjadikannya sebagai kebiasaan, dan
orang yang datang menganggap bahwa tidak berdiri untuk mneyambutnya
adalah penghinaan, sekalipun yang lebih utama adalah meninggalkan
perbuatan tersebut seperti yang dijelaskan di dalam sunnah, namun
apabila masyarakat terbiasa dengan perbuatan seperti itu maka hal
tersebut tidak mengapa dilakukan.
3/Berdiri untuk menghormati
seseorang. Seperti seseorang duduk lalu salah seorang sebagai ketua
berdiri untuk mengagungkannya, maka perbautan seperti ini terlarang.
Rasulullah r bersabda: لاَ تَقُوْمُوْا كَمَا تَقُوْمُوْا اْلأَعَاجِمُ
يُعَظِّمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا
Janganlah kalian berdiri
sebagaimana orang-orang ajam berdiri (dalam mengormati) sebagian mereka
atas sebagian lannya” HR. Abu Dawud no: 5230, dan dilemahkan oleh syekh
Albani rhimhullah dalam kitab Silsilatud Dhaifah no: 346. Syarhu Riadhus
Sholihin, Ibnu Utsaimin 1/260.
Adapun berdiri untuk kebaikan
dan kemaslahatan, seperti berdirinya Ma’qil bin Yasar untuk mengangkat
ranting sebuah pohon dari Rasulullah r saat berbai’at sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Muslim, dan berdirinya Abu Bakr t untuk melindunginya
dari terik matahari, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari
secara mu’allaq maka perbuatan ini adalah mustahab.
[48] Al-Adabus Syar’iyah 1/400.
[49] Al-Aadbus Syar’iyah: 1/402.
[50] Al-Adabul Mufrod no: 1117 dengan sanad yang hasan
Penyusun : Majid bin Su'ud al-Usyan
Terjemah : Muzafar Sahidu bin Mahsun Lc.
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
Semoga Bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Masukan anda dan kritik anda sangat berarti demi kemajuan saya terimakasih atas saran-saran dari anda semua semoga bermanfaat bagi saya dan kita semua.... Amiin