Jumat, 19 April 2013

JABATAN PROFESIONAL DAN TANTANGAN GURU DALAM PEMBELAJARAN



PENDAHULUAN


A.    Latar Balakang Masalah
Proses pendidikan bertujuan untuk mendapatkan mutu sumber daya manusia sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan. Pendukung utama bagi terlaksananya sasaran tersebut ialah melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu dibawah bimbingan dan pembinaan tenaga kependidikan yang professional serta implementasi seluruh komponen manjemen mutu secara terpadu. Pendidik memainkan peran yang sangat penting, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi aktor yang mampu menampilkan keunggulan dirinya sebagai sosok yang tangguh, kreatip, mandiri, dan professional pada bidangnya masing-masing. Keberhasilan peserta didik sebagai subjek belajar berkaitan dengan proses pribadi (individual process) dalam menginternalisasi pengetahuan, nilai, sifat, sikap dan keterampilan yang ada disekitarnya. Sedangkan keberhasilan pengajar sebagai subjek mengajar selain ditentukan oleh kualitas pengajar secara pribadi (individual quality) juga ditentukan oleh standar-standara kompetensi yang dimiliki oleh pengajar, yang meliputi kompetensi intelektual, kompetensi pedagogi, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Kualifikasi akademik dan kemampuan prefesionalisme guru sebagai subjek mengajar juga berperan penting untuk mencapai tujuan pendidikan

Kamis, 18 April 2013

Sekilas Tentang Impact Counseling


Ditulis Oleh Wahid SUharmawan
Sumber ; Eko Susanto
Bayangkan sebuah sesi konseling dengan konseli yang bersikap negatif bahkan menolak sesi konseling, atau konseli yang menutupi masalah yang sesungguhnya, atau bahkan konseli yang tidak mengetahui apa sesungguhnya masalah yang ia hadapi. Bayangkan juga sebuah sesi konseling yang terasa membosankan dan tidak membuat banyak kemajuan bagi konseli. Menghadapi keadaan ...seperti ini, apa yang dapat konselor lakukan untuk membantu konseli? Interaksi konseling seperti apa yang dapat diciptakan konselor agar konseli dapat terlibat aktif selama sesi konseling? Bagaimana menciptakan sesi konseling yang efektif? Terdapat 7 kesalahan yang umum dilakukan konselor yang menyebabkan sesi konseling menjadi membosankan dan tidak efektif (Jacobs,1994), yaitu:

Teknik Khusus Konseling


Dalam konseling, di samping menggunakan teknik-teknik umum, dalam hal-hal tertentu dapat menggunakan teknik-teknik khusus. Teknik-teknik khusus ini dikembangkan dari berbagai pendekatan konseling, seperti pendekatan Behaviorisme, Rational Emotive Theraphy, Gestalt dan sebagainya
Di bawah disampaikan beberapa teknik – teknik khusus konseling, yaitu :

Teknik Konseling Behavioral


1. Konsep Dasar
Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.

Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar : (a) pembiasaan klasik; (b) pembiasaan operan; (c) peniruan.

Teknik Umum Konseling (2)


A. Memimpin (leading)
Yaitu teknik untuk mengarahkan pembicaraan dalam wawancara konseling sehingga tujuan konseling .

Contoh dialog :
Klien :” Saya mungkin berfikir juga tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana ya?”
Konselor : ” Sampai ini kepedulian Anda tertuju kuliah kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka kepedulian Anda juga ?”

Teknik Umum Konseling (1)


Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya :

MAKNA DAN MATRA STRATEGI BIMBINGAN KARIR


Ditulis Oleh : Wahid Suharmawan

1. Makna Strategi Bimbingan Karier
Strategi bimbingan karir pada dasarnya adalah pola umum perbuatan pembimbing-klien dalam wujud hubungan bantuan. Pembimbing menjalankan hubungan bantuan dengan klien dalam artian bahwa ia bersedia dan berupaya menciptakan sistem lingkungan yang kondusif atau yang memfasilitasi perkembangan klien untuk :

a. memahami dan menilai dirinya, terutama yang menyangkut potensi dasar (bakat, minat, sikap, kecakapan dan cita-cita);

b. menyadari dan memahami nilai-nilai yang ada pada diri dan masyarakatnya;

c. mengetahui lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan potensi dirinya serta jenis-jenis pendidikan dan pelatihan yang diperlukan untuk suatu bidang tertentu;



d. menemukan dan dapat mengatasi hambatan-hambatan yang disebabkan oleh faktor diri dan lingkungannya; dan
e. merencanakan masa depan karir dirinya.

Dalam makna strategi bimbingan karir di atas, sekaligus terkandung tujuan yang akan dicapai dan penempatan siswa sebagai pelaku karir (subjek). Dalam pernyataan lain, siswa terbantu dalam pembuatan dan pelaksanaan rencana, penilaian diri dan lingkungannya, demi mencapai kesuksesan perjalanan hidup yang bermakna horizontal (bagi sesamanya) dan vertikal (untuk Tuhannya).

2. Matra Sasaran Strategi Bimbingan Karier
Makna strategi di atas menunjukkan bahwa setiap strategi bersifat situasional; atau dalam penggunaannya bergantung pada matra sasaran  (domain) perilaku siswa yang akan dikembangkan. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, pada gilirannya matra sasaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. matra sasaran diri klien dengan segala karakteristik psiko-fisiknya;
b. matra sasaran nilai-nilai (values) yang berarti ide atau gagasan konseptual tentang derajat atau kadar kepentingan dalam kehidupan manusia;

c. matra sasaran lingkungan efektif yang secara potensial berpengaruh terhadap diri klien;

d. matra sasaran permasalahan, baik berupa penghambat maupun pendukung keberhasilan hidup klien dan kemungkinan penanggulangannya; dan

e. matra sasaran perencanaan dan keputusan karier yang didasarkan atas kemampuan untuk mengelola matra sasaran (a) sampai dengan

(d).


3. Jenis Strategi Bimbingan Karier
Untuk mencapai tujuan bimbingan karier, setiap dosen pembimbing memiliki dan dapat menempuh strategi yang berbeda-beda; sesuai dengan latar belakang pendidikan, keahlian dan kondisi objektif klien yang
dihadapinya. Namun, apabila dikelompokkan seluruh strategi yang dimaksud melingkupi: (a) strategi instruksional; (b) strategi substansial/interpersonal; dan (c) strategi permainan.

a. Strategi instruksional merupakan bentuk penyelenggaraan
bimbingan karir yang diintegrasikan atau dipadukan dalam pengajaran (instruksional). Strategi ini sangat sesuai dijalankan oleh tenaga pengajar. Strategi instruksional cenderung bersifat informatif daripada pemrosesan informasi. Apabila kecenderungan yang terakhir dijadikan fokus strategi, walaupun dijalankan oleh tenaga pengajar, maka dapat diperoleh ketepatgunaannya.

Strategi ini pada dasarnya bukanlah penyelenggaraan bimbingan karier, melainkan pengajaran (instruksional) yang menerapkan prinsipprinsip bimbingan karir dan lebih terfokur pada pemberian informasi karir. Strategi bimbingan karir instruksional yang terpadu dengan pembelajaran merupakan pemrosesan informasi karir secara klasikal atau kelompok melalui penggunaan metode atau teknik-teknik pembelajaran, seperti :
pengajaran unit, home room, karyawisata, ceramah tokoh/nara sumber, media audio visual, bibliografi, pelatihan kerja, career day, wawancara, dan paket bimbingan karier.

b. Strategi substansial merupakan bentuk penyelenggaraan
bimbingan karier melalui hubungan interpersonal (antara pembimbing dengan klien). Strategi ini lazim dipergunakan oleh dosen pembimbing dalam bentuk wawancara konseling. Untuk mempergunakan starategi ini, diperlukan penguasaan teori dan praktik konseling, di samping disiplin ilmu penunjang yang terkait. Termasuk ke dalam strategi ini ialah teknik genogram dan konseling karier.

1) Teknik genogram
Istilah genogram mulai dipopulerkan oleh Rae Wiemers Okiishi (1987) dalam tulisannya yang berjudul The Genogram as a Tool in CareerCounseling dimuat dalam Journal of Counselling and Development,
Volume 66. Secara etimologis, genogram berarti silsilah, yaitu gambar asal-usul keluarga klien sebanyak tiga generasi. Penggunaan teknik genogram dilandasi oleh asumsi bahwa ada pengaruh dari orang lain yang
berarti (significant orther) terhadap individu dalam identifikasi perencanaan dan pemilihan karir. Konselor atau pembimbing berupaya mengidentifikasi orang yang berarti bagi diri klien. Pada dasarnya penggunaan genogram ini lebih merupakan teknik awal untuk memasuki konseling karir, oleh karena itu pelaksanaannya pun bersifat individual.
Namun tidak menutup kemungkinan, wawancara genogram dapat dipandang sebagai proses konseling karir manakala dalam wawancara tersebut konselor (pembimbing) menerapkan prinsip-prinsip dan teknikteknik
konseling yang terfokus pada pemecahan masalah karir klien.Penerapan teknik genogram ditempuh dalam tiga tahap, yaitu : (1) konstruksi genogram, (2) identifikasi jabatan, dan (3) eksplorasi klien. Ketiga tahap tersebut dapat dijelaskan berikut ini.

(a) Konstruksi genogram
Proses ini merupakan tahap pertama untuk memetakan/membuat gambar silsilah atau asal-usul keluarga klien sebanayak tiga generasi, yaitu generasi klien, generasi oarangtua klien dan generasi kakek nenek klien. Seluruh angota keluarga dari ketiga generasi yang diketahui oleh klien dibuat gambarnya; konselor membuat gambar tersebut bersama-sama dengan klien. Gambar tersebut hendaknya memberi penjelasan hal-hal  penting berkenaan dengan silsilah dari ketiga generasi klien, dengan mencantumkan tanda atau simbol tertentu yang dapat difahami oleh konselor dan klien.

(b) Identifikasi jabatan
Pada tahap ini konselor bersama klien berupaya menelusuri bidangbidang pekerjaan/jabatan yang ada pada anggota keluarga dari tiga generasi itu, termasuk usaha yang ditempuh untuk memperoleh pekerjaan/jabatan, tingkat keberhasilan, dan konsekuensinya dalam segala aspek kehidupan yang bersangkutan.

(c) Eksplorasi klien
Tahap ini memfokuskan kajian terhadap diri klien agar memperoleh pemahaman diri dan lingkungan serta dapat merencanakan karirnya. Oleh karena itu, hal-hal yang perlu dianalisis selama wawancara genogram adalah: (1) isi pengamatan diri klien; (2) pemahaman lingkungan/dunia kerja; (3) proses pembuatan keputusan; modelmodel pola hidup; dan (5) model-model okupasional. Sedangkan yang perlu didiskusikan oleh dosen pembimbing dengan karyasiswa adalah : (1) keberhasilan-keberhasilan anggota keluarga; (2) mobilitas anggota keluarga; (3) pengelolaan waktu; dan (4) integritas diri.

2) Konseling karier
Ada beberapa teknik/pendekatan konseling karier yang dapat diterapkan oleh dosen pembimbing. John Crites (1987) mengemukakan enam pendekatan konseling karir, yaitu: (1) trait and factor career counseling,
(2) client-centered career counseling, (3) psychodynamic career counseling, (4) developmental career counseling, (5) behavioral career counseling, dan (6) comprehensive career counseling.

c. Strategi permainan, merupakan strategi alternatif
penyelenggaraan bimbingan karir. Strategi ini berlangsung melalui permainan, yang segaligus dalam setiap permainan dapat menjangkau beberapa matra sasaran. Permainan adalah suatu perbuatan atau kegiatan sukarela, yang dilakukan dalam batas-batas ruang dan waktu tertentu yang sudah ditetapkan, menurut aturan yang sudah diterima secara sukarela tapi mengikat sepenuhnya, dengan tujuan dalam dirinya sendiri, disertai oleh perasaan tegang dan gembira, dan kesadaran lain daripada kehidupan sehari-hari (Johan Huizinga, 1990: 39).

Definisi tersebut menyiratkan bahwa permainan memiliki ciri-ciri khas yang membedakannya dengan kegiatan dalam kehidupan yang lain. Ciri-ciri khas dimaksud adalah: (1) permainan adalah perbuatan yang bebas, artinya permainan dapat ditangguhkan atau dikesampingkan setiap saat; karena ia dilakukan tanpa  paksaan/tuntutan fisik apalagi kewajiban moral, sehingga permainan melampaui jalannya proses alami; (2)
permainan bukanlah perikehidupan yang biasa atau yang sesungguhnya; ia merupakan suatu perbuatan keluar dari sesungguhnya, dalam suasana kegiatan yang sementara dengan tujuan tersendiri; (3) permainan memisahkan diri dari kehidupan biasa dalam hal tempat dan waktu, oleh karenanya ia bercirikan tertutup dan terbatas. Ia dimainkan dalam batasbatas waktu dan tempat tertentu, bermakna dan berlangsung dalam
dirinya sendiri, dimulai dan berakhir pada suatu saat tententu, terdapat variasi aktifitas, serta dapat diulangi sesuai dengan kebutuhan; (4) di dalam ruang permainan berlaku tata-tertib tersendiri yang mutlak, oleh
karena itu lebih bercirikan menciptakan ketertiban atau keteraturan, penyimpangan atas aturan tersebut dapat merusak proses dan nilai permainan.

Berdasarkan matra sasaran bimbingan karier yang inklusif dengan tujuan yang ingin dicapai, dapat dikelompokkan jenis-jenis permainan sebagai berikut: (1) permaianan ekspresi dan proyeksi diri; (2) permainan pilihan dan putusan nilai; (3) eksplorasi dan identifikasi lingkungan; (4) diskusi isu dan aturan; dan (5) analisis gaya hidup.

1) Permainan ekspresi dan proyeksi diri
Jenis permainan yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok ekspresi, adalah permainan yang berupaya mengungkapkan karakteristik, ciri atau sifat-sifat diri pribadi secara langsung, baik dalam bentuk lisan,
tulisan maupun gerak-gerik isyarat. Sebagai contoh: (a) siswa menuliskan sifat-sifat dirinya yang baik dan yang buruk; (b) menuturkan keadaan dirinya bila menghadapi suatu situasi atau mengemukakan penilaian atas
sifat-sifat diri yang dibutuhkan untuk suatu jenis pekerjaan; (c) tebaktebakan tentang keadaan diri bersama orang lain.

Jenis permainan proyeksi diri merupakan permainan yang berupaya menyingkap tabir atau selubung yang tersembunyi di balik ungkapan. Sebagai contoh: siswa diminta pendapatnya, bila mereka mendapatkan
sejumlah uang, akan dipergunakan untuk apa. Di balik pendapatnya itu tersimpul nilai-nilai diri yang mendasari prioritas tindakan penggunaan uang. Dapat juga dalam bentuk karangan kepada sahabat imajiner, dan atau gambar/lukisan keadaan diri.

2) Permainan pilihan dan putusan nilai
Banyak jenis atau metode permainan ini. Namun yang menjadi prinsip utamanya, adalah bagaimana individu menentukan prioritas serta mengambil suatu keputusan tindakan, yang didasarkan atas nilai-nilai yang dimilikinya. Dalam permainan ini, klien tidak dinilai atau dievaluasi apalagi “dicap” tertentu oleh dosen  pembimbing. Permainan semata-mata dilakukan untuk menegaskan “proses” pemilihan dan mengambil
keputusan yang paling penting dalam hidupnya. Contoh jenis permainan ini: (a) pilihan objek wisata dan tempat liburan yang disenangi beserta  alasannya; (b) memilih kawan berbincang dalam suatu perjamuan; dan
atau (c) mengurutkan prioritas utama orang yang perlu diselamatkan dari kecelakaan, dan sebagainya.

3) Eksplorasi dan identifikasi lingkungan
Kelompok permainan ini mengutamakan bantuan kepada klien, agar ia mampu dan sanggup menjelajahi dan merinci lingkungan baik pendidikan maupun pekerjaan, yang secara potensial sesuai dengan karakteristik diri pribadinya. Sehingga wawasan karir di masa depan, tergambar dan dapat diambil oleh klien sebagai alternatif pilihan. Sebagai contoh: siswa diajak untuk menganalisis satu jenis pekerjaan mengenai syarat, sarana penunjang yang dibutuhkan, komposisi kelompok atau sektor kerja yang sejenis, serta penentuan manfaat lain dari adanya pekerjaan itu. Contoh lain, adalah menyimak tokoh-tokoh sukses; membandingkan perjalanan hidup tokoh teladan dengan keadaan diri klien; kuis pesona atau menembak tamu misteri tentang  pekerjaannya, berdasarkan pertanyaan tentang lingkungan kerja, peralatan yang dipergunakannya, dan sektor pekerjaan yang melingkupinya.

4) Diskusi isu dan aturan
Permainan ini dilakukan dalam bentuk diskusi, dimulai dari pemilihan dan penentuan masalah utama (isu) atau peraturan hidup yang dihadapi siswa atau manusia umumnya. Setelah ditentukan, beberapa siswa secara sukarela diminta tampil sebagai pembicara yang melontarkan pendapatnya atas isu dimaksud. Pada giliran selanjutnya ditanggapi oleh hadirin; diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat umpan-balik bagi kehidupannya. Walaupun diskusi, namun masih tetap dalam kerangka permainan yang bersifat tegang atau gembira, dengan tidak melupakan ciri-ciri permainan di atas tadi.

5) Antisipasi/prediksi gaya hidup
Hal ini merupakan jenis permainan yang menekankan analisis atau terawangan, cita-cita yang diangankan akan masa depan kehidupan siswa, keluarga maupun pekerjaan dan keadaan dirinya, berdasarkan pengelolaan informasi diri dan lingkungan, nilai serta permasalahan yang dihadapi sekarang ini. Sebagai contoh: siswa dapat menuturkan citacitanya, kemudian ditanggapi oleh siswa lain atau dosen pembimbing. Tanggapan itu yang memungkinkan siswa penutur melakukan pertimbangan, mengungkapkan alasan keadaan dirinya sekarang. Contoh lain adalah siswa menentukan pilihan jenis serta sifat orang yang sekiranya dapat menolong dirinya di saat diperlukan dalam menghadapi kemelut hidup.

Daftar Pustaka
Amin Budiamin. (1990). Penyuluhan Karir. Bandung: Publikasi Jurusan PPB
FIP IKIP.
Crites, John O. (1981). Career Counseling; Models, Methods and Materials.
New York: McGraw-Hill Book Com.
Healy, Charles G. (1982). Career Development; Counseling Through the
Life Stages. Massachusets, Atlantic Avanue, Bo

Proses Konseling Individual


Dalam prakteknya, memang strategi layanan bimbingan dan konseling harus terlebih dahulu mengedepankan layanan – layanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan pun masih diperlukan. Oleh karena itu, guru maupun konselor seyogyanya dapat menguasai proses dan berbagai teknik konseling, sehingga bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka pengentasan masalahnya dapat berjalan secara efektif dan efisien.

Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: 

Urgensi Pendidikan Karakter

Urgensi Pendidikan Karakter

Prof . Suyanto Ph.D Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.



Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character… that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter… adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya). Memahami Pendidikan Karakter Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan. Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik. Dampak Pendidikan Karakter Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya. Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis. Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama. sumber : Ditjen Mandikdasmen – Kementerian Pendidikan Nasional
Posted by:
http://konselorindonesia.blogspot.com/2010/11/urgensi-pendidikan-karakter.html

KONSELING LINTAS BUDAYA

KONSELING LINTAS BUDAYA

KONSELING LINTAS BUDAYA
Oleh: Boy Soedarmadji

A. Pengantar
Sesuai dengan kodrat yang dimiliki oleh manusia bahwa manusia diciptakan sebagai individu dan mahkluk sosial. Sebagai individu, manusia diciptakan dengan mempunyai ciri yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, manusia atau individu dapat dikenali oleh orang lain dengan mengenal ciri ciri tertentu yang dimilikinya.
Sebagai mahkluk sosial, manusia merupakan bagian da¬ri masyarakat di sekitarnya. Bagian lingkungan terkecil yang mempengaruhi pola kehidupan manusia adalah keluarga (family). Setelah itu, individu tersebut mulai melakukan interaksi dengan lingkungan yang lebih luas, yaitu lingkungan masyarakat sekitarnya. Hal ini mengartikan bahwa seluruh tingkah laku manusia tidak akan lepas dari kehidupan masyarakat yang ada di sekelilingnya. Hal ini meng¬artikan pula bahwa individu tersebut hidup bersama dalam suatu kelompok masyarakat tertentu.

Kurikulum 2013: Kewenangan Guru Dikurangi

Kurikulum 2013: Kewenangan Guru Dikurangi

Sumber: Blokdetik.com
Yogyakarta (10/12) Pada kurikulum yang saat ini masih berlaku satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalam pengelolaan kurikulum. Pemerintah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku hanya menyiapkan standar isinya saja. Dalam standar isi ditetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar setiap mata pelajaran. Selanjutnya berdasarkan standar isi maka satuan pendidikan dan guru menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Dalam rancangan kurikulum 2013 sebagaimana dapat diunduh http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id dinyatakan bahwa pemerintah menyiapkan semua komponen kurikulum sampai buku teks pelajaran dan pedoman bagi guru. Ada dua kondisi yang menyebabkan pemerintah mengambil alih peran guru, pertama bahwa penyusunan kurikulum (baca: silabus) oleh satuan pendidikan (guru) dipandang kebablasan sehingga tidak ada kurikulum yang bersifat nasional dan daerah.
Kedua, pemerintah menilai kemampuan guru dan guru belum siap melakukan pengembangan kurikulum. Banyak terjadi copy-paste silabus dari sekolah lain. Akhirnya penyusunan kurikulum tidak lagi memperhatikan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah.
Jika rancangan kurikulum 2013 ini diterapkan maka salah satu kewenangan guru dikurangi, yaitu menyusun silabus. Ini kembali sebelum KTSP diberlakukan, dimana pemerintah saat itu sudah menyediakan Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), guru tinggal menyusun satuan pelajaran (satpel). Kini direncanakan pemerintah akan menyiapkan silabus, guru tinggal menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Bahkan pemerintah direncanakan akan menyiapkan buku pedoman (master teaching) atau buku babon.
Apakah ini merupakan ketidakpercayaan pemerintah terhadap guru? Sehingga salah satu kewenangannya dikurangi. Sementara itu, dari sisi guru tidak ada gejolak yang berarti. Malahan barangkali berpikir lega karena bebannya dikurangi. Namun sayangnya secara profesional tidak ada komentar nyaring dari PGRI terhadap rancangan ini. Barangkali juga bersyukur karena anggotanya dikurangi beban profesionalnya, namun tunjangan profesinya tidak dikurangi.
 
posted by http://konselorindonesia.blogspot.com/2012/12/kurikulum-2013-kewenangan-guru-dikurangi.html