Selasa, 18 Oktober 2011

KONSEPSI BELAJAR


KONSEPSI BELAJAR
(THORNDIKE, BEHAVIOR DAN MEDAN)

1.      TEORI BEHAVIORISME
Behaviorisme adalah sebuah studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan rasa tidak puas terhadap psiologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadarannya saja.
Berkat pandangan dalam psikologi dan naturalisme dan naturalisme sience maka timbullah aliran baru ini. Jiwa atau sensasi atau image tak dapat diterangkan melalui jiwa itu sendiri karena sesungguhnya jiwa itu adalah respon-respon fisiologis. Aliran lama memandang badan adalah skunder padahal sebenarnya justru menjadi pangkal titik bertolak. Natural sience melihat semua realita sebagai gerakan-gerakan (movement) dan pandangan ini mempengaruhi timbulnya behaviorisme. Metode intropeksi sesungguhnya tidak tepat, sebab menimbulkan pandangan yang berbeda-beda dari objek luar. Karena itu harus di cari metode yang objektif dan ilmiah. Dari eksperimen menunjukkan bahwa tikus dapat membedakan warna merah dan warna hijau dan dapat pula dilatih. Jadi, kesadaran itu tidak ada gunanya.
Menurut aliran behaviorisme, bahwa :
1.)    The image and memories consist of activities engaged in by the organism. We make certain responses, we act the activities are known as images.
2.)    Behaviorism in psychology is merely the name for that type of investigation and theory which assumes that men’s educational, vocational and social activities can be completely described or explained as the result of same (and other) forces used in natural sciences.
Di dalam behaviorisme asalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Jadi, melalui kelakuan segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Memlalui behaviorisme dapat dijelaskan kelakuan manusia secara saksama dan memberikan program pendidikan yang memuaskan.
Dari konsepsi tersebut, jelaslah bahwa konsepsi behaviorisme besar pengauhnya terhadap masalah belajar. Belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan hubngan antara stimulus dan respons.
Rumpun teori ini disebut brhaviorisme karena sangat menekankan prilaku atau tingkah laku yang dapat diamati dan diukur.
Ada ciri-ciri teori behaviorisme ini menurut (Syoadih Sukmadinata, 2003 :168) yaitu :
1.      mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil;
2.      bersifat mekanistis;
3.      menekankan peranan lingkungan;
4.      mementingkan pembentukan reaksi atau respons;
5.      menekankan pentingnya latihan.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek  mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat  dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Koneksionisme merupakan teori yang paling awal dari rumpun behaviorisme. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan antara perangsang-jawaban atau stimulus-respons sebanyak-banyaknya. Siapa yang menguasai stimulus-respons sebanyak-banyaknya adalah orang pandai dan berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan dengan melalui ulangan-ulangan.
Dengan demikian teori ini memiliki kesamaan dalam cara mengajarnya dengan teori psikologi daya atau herbartisme.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari  pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
2. THORNDIKE Teori Koneksionisme (Connectionism) (S-R Bond Theory)
Connectionism ( S-R Bond Theory) tokoh yang sangat tekenal mengembangkan teori ini adalah Thorndike (1874-1949), dengan eksperimennya belajar pada binatang yang juga berlaku bagi manusia yang disebut :”Thorndike” dengan “trial and error”. Thorndike menghasilkan teori belajar “Connectionism”  karena belajar merupakan pembentukan koneksi-koneksi antara S-R (stimulus dan respons).
Edward Lee Thorndike (1874 - 1949): Thorndike yang lahir di Wiliamsburg pada tanggal 31 Agustus 1874 dan meninggal di Montrose, New York, pada tanggal 10 Agustus 1949, adalah tokoh lain dari aliran fungsionalisme Kelompok Columbia. Setelah ia menyelesaikan pelajarannya di Harvard, ia bekerja di Teacher's College of Columbia di bawah pimpinan James Mckeen Cattell. Di sinlah minatnya yangbesar timbul terhadap proses belajar, pendidikan, dan intelegensi. Pada tahun 1898, yaitu pada usia 24 tahun, Thorndike menerbitkan bukunya yang berjudul Animal Intelligence, An Experimental Study of Association Process in Animal. Buku ini yang merupakan hasil penelitian Thorndike terhadap tingkah laku beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, dan burung, mencerminkan prinsip dasar dari proses belajar yang dianut Thorndike, yaitu bahwa dasar dari belajar (learning) tidak lain sebenarnya adalah asosiasi. Suatu stimulus (S), akan menimbulkan suatu respons (R) tertentu. Teori ini disebut sebagai teori S-R.
Dalam teori S-R dikatan bahwa dalam proses belajar, pertama kali organisme (hewan, orang) belajar dengan cara coba-salah (trial and error). Kalau organisme berada dalam suatu situasi yang mengandung masalah, maka organisme itu akan mengeluarkan serentetan tingkah laku dari kumpulan tingkah laku yang ada padanya untuk memecahkan masalah itu, dan berdasarkan pengalaman itulah, maka pada kali lain kalau ia menghadapi masalah yang serupa, organisme sudah tahu tingkah laku mana yang harus dikeluarkannya untuk memecahkan masalah.
Ia mengasosiasikan suatu masalah tertentu dengan suatu tingkah laku tertentu. Seekor kucing, misalnya; yang dimasukkan dalam kandang yang terkunci, akan bergerak, berjalan, meloncat, mencakar, mengeong, dan sebagainya, sampai pada suatu saat secara kebetulan ia menginjak suatu pedal dalam kandang itu sehingga kandang itu terbuka. Sejak itu, kucing akan langsung menginjak pedal kalau ia dimasukkan dalam kandang yang sama.
Dalam proses belajar yang mengikuti prinsip coba-salah ini ada beberapa hukum yang dikemukakan Thorndike:
A.    Hukum-Hukum Belajar Thorndike
Ada beberapa hukum yang dikemukakan Thorndike:
  1. Hukum Efek (Pengaruh) (The Law of Effect)
Intensitas hubungan antara S dan R meningkat apabila hubungan itu diikuti oleh keadaan yang menyenangkan. Sebaliknya, hubungan itu akan berkurang, kalau diikuti oleh keadaan yang tidak menyenangkan. Dengan demikian, maka setiap tingkah laku yang menghasilkan keputusan tertentu, akan diasosiasikan dengan situasi tersebut. Jadi, apabila situasi tampil lagi, maka tingkah laku akan tampil lagi.
Dalam contoh kucing dalam kandang di atas, tingkah laku injak pedal akan diasosiasikan dengan situasi menyenangkan karena terbebas dari kandang. Dengan teorinya ini Thorndike dapat dikatakan sebagai penganut paham asosiasionisme baru. Berbeda dengan asosiasionisme lama yang dianut oleh John Locke dan Mills bapak beranak, maka asosiasionisme baru tidak menghubungkan antara ide dengan ide, melainkan menghubungkan antara stimulus dengan respons atau respons dengan respons.


  1. Hukum Latihan (The Law of Exercise) atau hukum guna-tak guna (The Law od Use and Disuse)
      Hubungan S-R juga dapat ditimbulkan atau didorong melalui latihan yangberulang-ulang. Dengan demikian, ini berarti pula, hubungan S-R juga dapat ditimbulkan atau didorong melalui latihan yang berulang-ulang. Dengan demikian, ini berarti pula, hubungan S-R dapat melemah kalau tidak dilatih atau dilakukan berulang-ulang. Karena kegunaan R terhadap suatu S tertentu dalam hal yang terakhir ini tidak bisa lagi dirasakan atau makin lama makin menghilang pada organsime yang bersangkutan.
  1. Hukum Kesediaan/Kesiapan (The Law of Readiness)
Artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Apabila suatu ikatan (bond) siap untuk berbuat, perbuatan itu memberikan kepuasan, sebaliknya apabila tidak siap maka akan menimbulkan ketidakpuasan/ketidaksenangan/terganggu.
Tambahan hukum Thorndike :
1.      Hukum Reaksi Bereaksi (Multiple Response)
2.      Hukum Sikap (Set/Attitude)
3.      Hukum Aktivitas Berat Sebelah(Prepotency of Element)
4.      Hukum Respon by Analogy
5.      Hukum Perpindahan Asosiasi


Beberapa revisi hukum belajar :
  • Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon sebaliknya tanpa pengulangan hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
  • Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
  • Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan , tetapi adanya saling sesuai antara stimulus & respon.
  • Akibat suatu perbuatan dapat menular (Spread of Effect) baik pada bidang lain maupun pada `individu lain.


Sehubungan dengan teorinya tentang Hukum Efek di atas, Thorndike sampai pada bukunya yang ditulis bersama tokoh Kelompok Columbia lain bernama Woodworth, Thorndike mengemukakan bahwa apa yang telah dipelajari terdahulu akan mempengaruhi apa yang dipelajari kemudian.
Apabila hal yang dipelajari kemudian mempunyai banyak persamaan dengan hal yang dipelajari terdahulu, maka akan terjadi transfer yang positif di mana hal yang baru itu tidak akan terlalu sulit dipelajari. Misalnya; orang yang sudah pernah belajar menunggang kuda, tidak akan terlalu sulit belajar mengemudikan kereta berkuda. Sebaliknya, kalau antara hal yang dipelajari kemudian dan hal yang dipelajari terdahulu terdapat banyak perbedaan;
Maka akan sulitlah mempelajari hal yang kemudian itu, dan di sini terjadi transfer yang negatif. Misalnya; seorang yang sudah biasa menulis dengan tangan kiri, karena menulis dengan tangan kiri sama sekali lain caranya daripada menulis dengan tangan kanan. Prinsipnya mengenai transfer ini kemudian diamalkannya ke dalam dunia pendidikan dan ditulisnya dalam buku Educational Psychology (1903) dan karena prestasi-prestasinya itulah Thorndike akhirnya diangkat menjadi guru besar di Teacher's College of Columbia.


B.     Prinsip-Prinsip Thorndike
Hukum-hukum yang dikembangkan oleh Thorndike itu, dewasa ini lebih di lengkapi dengan prinsip-prisip sebagai berikut:
1.      Siswa harus mampu membuat berbagai jawaban terhadap stimulus (multiple responses).
2.      Belajar dibimbing/diarahkan ke suatu tingkatan yang penting melalui siswa itu sendiri.
3.      Suatu jawaban yang telah dipelajari dengan baik dapat digunakan juga terhadap stimulus yang lain (bukan stimuli yang semula), yang oleh Thorndike disebut dengan perbuatan asosiatif (assosiative shifting).
4.      Jawaban-jawaban terhadap situasi-situasi baru dapat dibuat. Apabila siswa melihat adanya analogi dengan situasi terdahulu.
5.      Siswa dapat mereaksi secara selektif terhadap factor-faktor yang esensial di dalam situasi (prepotent element).




C.    Pokok Pandangan dari Conetionism Theory Thorndike
Beberapa pandangan dari conetionism theory  ini adalah sebagai berikut :
1.      Pada umumnya menerangkan bahwa kelakuan adalah berkat pengaruh atau perbuatan dari lingkunan terhadap individu.
2.      Menjelaskan kelakuan dan motivasi secara mekanis.
3.      Kurang memperhatikan proses mengenal dan berfikir.
4.      Mengutamakan/menitikberatkan pada pengalaman – pengalaman masa lampau.
5.      Menganggap bahwa situasi keseluruhan adalah terdiri dari bagian-bagian. Pandangan ini sagat berbeda dengan pandangan Field Theory yang bersumber pada psikologi Gestalt.

3. TEORI BELAJAR MEDAN
o        Teori ini menggambarkan bagaimana pribadi mendapatkan pengertian (wawasan) tentag dirinya sendiri dan alamnya.
o        Teori ini memusatkan perhatiannya pada faktor psikologis pribadi (siswa) yang sedag belajar yang dinyatakan dalam bentuk konsep ‘life space’ (kebutuhan, tujuan, vektor, barrier, lingkungan psikologis dan pribadi dari individu itu).






A.  Teori Belajar Gestalt (Theory Cognitive Gestalt-Filed)
Psikologi Gestalt ini juga terkenal sebagai ”Teori Medan (Field)” atau lazim disebut dengan cognitive field theory. Kelompok pemikiran ini sependapat pada suatu hal yakni suatu prinsip dasar bahwa pengalaman manusia memliki kekayaan medan yang memuat secara keseluruhan lebih dari pada bagian-bagiannya. 
Keseluruhan ini memberikan prinsip belajar yang penting, antara lain :
1.           Manusia bereaksi dengan lingkungannya secara keseluruhan, tidak hanya secara itelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya.
2.            Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
3.            Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
4.            Belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi yang lebih luas.
5.            Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
6.            Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi  mmberikan dorongan untuk menggerakan seluruh organisme.
7.            Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
8.            Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
Belajar sangat menguntungkan untuk memecahkan masalah. Hal ini nampaknya sangat relevan dengan konsep teori belajar yang diawali dengan suatu pengamatan. Belajar memecahkan masalah diperlukan pengamatan secara cermat dan lengkap. Kemudian bagaimana seseorang tersebut dapat memecahkan suatu masalah.
Menurut J. Dewey ada 5 upaya pemecahannya yakni :
  1. Realisasi adanya masalah. Jadi harus memahami apa masalahnya dan juga harus dapat merumuskan.
  2. mengahukkan hipotesa, sebagai suatu jalan yang memberi arah pemecahan masalah.
  3. Mengumpulkan data atau informasi, dengan bacaan atau dari sumber-sumber lain.
  4. Menilai dan mencobakan uaha pembuktian hipotesa dengan keterangan-keterangan yang diproleh.
  5. Mengambil kesimpulan, membat laporan/ membuat sesuatu dengan hasil pemecahan soal itu.


Teori medan ini mengibaratkan pengalaman manusia sebagai lagu atau melodi yang lebih daripada kumpulan not, demikian pula pengalaman manusia tidak dapat dipresepsi sebagai sesuatu yang terisolasi dari lingkungannya.
Dengan kata lain berbeda dengan teori asosiasi maka teori medan ini melihat makna dari suatu fenomena yang relatif terhadap lingkungannya. Sesuatu dipresepsi lebih pendek jika objek lain lebih panjang. Warna abu-abu akan terlihat cerah apabila pada bidang berlatarbelakang hitam pekat.warna abu-abu akan terlihat biru pada latar berwarna kuning.
Belajar melibatkan proses mengorganisasikan pengalaman-pengalaman kedalam pola-pola yang sistematis dan bermakna. Belajar bukan merupakan penjumlahan (aditif), sebaliknya belajar mlai dengan mempresepsi keseluruhan, lambat laun terjadi proses diferensiasi, yakni menangkap bagian-bagian dan detail suatu objek pengalaman.
Dengan memahami bagian atau detail, maka presepsi awal akan keseluruhan objek yang masih agak kabur menjadi semakin jelas. Belajar menurut paham ini merupakan bagian dari masalah yang lebih besar yakni mengorganisasikan presepsi kedalam suatu struktur yang lebih kompleks yang makin menambah pemahaman akan medan.
Medan diartikan sebagai keseluruhan dunia yang bersifat psikologis. Seseorang mereaksi terhadap lingkungannya sesuai dengan presepsinya terhadap lingkungan pada saat tersebut. Mansia mempresepsi lingkungan secara selektif, tiak semua objek masuk kedalam fokus presepsi idividu, sebagian berfungsi hanya sebagai latar.
Tekanan kedua pada psikologi Medan ini adalah sifat bertujuan dari prilaku manusia. Individu menentukan tujuan berdasarkan tilikan (insight) terhadap situasi yag dihadapinya. Prilaku akan dilihat cerdas atau tidak tergantung epada memadai atau tidaknya pemahamannya akan  situasi.


Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padangan arti sebagai   “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Menurut Koffka dan Kohler,  ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
a.     Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna  dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka  akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
b.      Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
c.      Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
d.     Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi  sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
e.     Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
f.       Ketertutupan (closure)  bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu: 
a.     Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar.  Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
b.      Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
c.      Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak  seperti gunung atau binatang tertentu.
d.     Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses  yang dinamis  dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran  terhadap rangsangan yang diterima.
a. Hukum Belajar Gestalt ( Hukum Proses Pengamatan )
o        Prägnanz = momot (Jawa) / meaningfull : banyak isi dan arti. Ini menunjukkan tentang berarahnya segala kejadian yaitu berarah kepada prägnanz yaitu keadaan yg seimbang (gestalt yang baik).
o        Hukum tambahan (untuk memperkuat/membantu proses menjadi prägnanz), meliputi: proximity (keterdekatan), closure (ketertutupan), dan similiarity (kesamaan).

b. Aplikasi Teori Gestalt Dalam Proses Pembelajaran
Aplikasi Teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.     Pengalaman tilikan (insight);
Bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b.      Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning);
Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan  dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna  yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c.      Perilaku bertujuan (pusposive behavior);
Bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah  aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.     Prinsip ruang hidup (life space);
Bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e.     Transfer dalam Belajar;
Yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain.  Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek  dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi  apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.  Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

B.  TEORI MEDAN (Kurt Lewin) Teori belajar“Cognitif-field”

    • Psikologi yang berpedoman pada medan kognitif menggunakan medan berupa dunia psikologis secara total di mana pribadi tinggal pada suatu waktu (psikologis masa lampau, sekarang, dan masa yg akan datang).

           
Teori ini dikembangkan oleh Kurt Lewin (1892-1947) dengan menaruh perhatian pada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin memandang bahwa masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis.
Medan kekuatan psikologis dimana individu bereaksi disebut sebagai”Life Space”. Life Space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya: orang-orang yang iya umpai, objek material yang ia hadapi, serta fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki.
Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil tindakan antar kekuatan-kekuatan, baik yang dari dalam diri individu seperti; tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan maupun dari luar diri individu, seperti; tantangan dan permasalahan.

Menurut Lewin belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif yang dihasilkan dari dua macam kekuatan, satu dari strukrtur medan kognisi itu sendiri dan dari kebutuhan dan motivasi internal individu.

a. Konsep Utama Teori Lewin
Bagi Lewin, teori medan bukan suatu sistem psikologi baru yang terbatas pada suatu isi yang khas: teori medan merupakan sekumpulan konsep dengan dimana seseorang dapat menggambarkan kenyataan psikologis. Konsep konsep ini harus cukup luas untuk dapat diterapkan dalam semua bentuk tingkah laku, dan sekaligus juga cukup spesifik untuk menggambarkan orang tertentu dalam suatu situasi konkret. Lewin juga menggolongkan teori medan sebagai “suatu metode untuk menganalisis hubungan hubungan kausal dan untuk membangun konstruk-konstruk ilmiah”
b. Ciri-ciri utama dari teori Lewin
Ciri-ciri utama dari teori Lewin, yaitu :
-   Tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu tingkah laku itu terjadi
-  Analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian bagian komponennya dipisahkan
-  Orang yang kongkret dalam situasi yang kongkret dapat digambarkan secara matematis.
Konsep konsep teori medan telah diterapkan Lewin dalam berbagai gejala psikologis dan sosiologis, termasuk tingkah laku bayi dan anak anak , masa adolsen , keterbelakangan mental, masalah masalah kelompok minoritas, perbedaan perbedan karakter nasional dan dinamika kelompok.
Dibawah ini kita akan membahas Teori Lewin tentang struktur, dinamika dan perkembangan kepribadian yang dikaitkan dengan lingkungan psikologis, karena orang orang dan lingkungannya merupakan bagiab bagian ruang kehidupan (life space) yang saling tergantung satu sama lain. Life space digunakan Lewin sebagai istilah untuk keseluruhan medan psikologis.
1.Struktur Kepribadian
Menurut Lewin sebaiknya menggambarkan pribadi itu dengan menggunakan definisi konsep-konsep struktural secara spasial. Dengan cara ini , Lewin berusaha mematematisasikan konsep-konsepnya sejak dari permulaan. Matematika Lewin bersifat non-motris dan menggambarkan hubungan-hubungan spasial dengan istilah-istilah yang berbeda. Pada dasarnya matematika Lewin merupakan jenis matematika untuk menggambarkan interkoneksi dan interkomunikasi antara bidang bidang spasial dengan tidak memperhatikan ukuran dan bentuknya.
Pemisahan pribadi dari yang lain-lainnya di dunia dilakukan dengan menggambarkan suatu figur yang tertutup. Batas dari figur menggambarkan batas batas dari entitas yang dikenal sebagai pribadi. Segala sesuatu yang terdapat dalam batas itu adalah P (pribadi): sedangkan segala sesuatu yang terdapat di luar batas itu adalah non-P.
Selanjutnya untuk melukiskan kenyataan psikologis ialah menggambar suatu figur tertutup lain yang lebih besar dari pribadi dan yang melingkupnya. Bentuk dan ukuran figur yang melingkupi ini tidak penting asalkan ia memenuhi dia syarat yakni lebih besar dari pribadi dan melingkupinya. Figur yang baru ini tidak boleh memotong bagian dari batas lingkaran yang menggambarkan pribadi.
Lingkaran dalam elips ini bukan sekedar suatu ilustrasi atau alat peraga, melainkan sungguh-sungguh merupakan suatu penggambaran yang tepat tentang konsep-konsep struktural yang paling umum dalam teori Lewin, yakni pribadi, lingkungan psikologis dan ruang hidup.
Ruang Hidup
Ruang hidup mengandung semua kemungkinan fakta yang dapat menentukan tingkah laku individu. Ruang hidup meliputi segala sesuatu yang harus diketahui untuk memahami tingkah laku kongkret manusia individual dalam suatu lingkungan psikologis tertentu pada saat tertentu. Tingkah laku adalah fungsi dari ruang hidup.
Secara matematis : TL = f( RH)
Fakta fakta non psikologis dapat dan sungguh sungguh mengubah fakta - fakta psikologis. Fakta-fakta dalam lingkungan psikologis dapat juga menghasilkan perubahan perubahan dalam dunia fisik. Ada komunikasi dua arah antara ruang hidup dan dunia luar bersifat dapat ditembus (permeability), tetapi dunia fisik (luar) tidak dapat berhubungan langsung dengan pribadi karena suatu fakta harus ada dalam lingkungan psikologis sebelum mempengaruhi/dipengaruhi oleh pribadi.
Lingkungan Psikologis
Meskipun pribadi dikelilingi oleh lingkungan psikologisnya, namun ia bukanlah bagian atau termasuk dalam lingkungan tersebut. Lingkungan Psikologis berhenti pada batas pinggir elips, Tetapi batas antara pribadi dan lingkungan juga bersifat dapat ditembus. Hal ini berarti fakta-fakta lingkungan dapat mempengaruhi pribadi.
Secara matematis : P = f (LP)
Dan fakta fakta pribadi dapat mempengaruhi lingkungan.
Secara matematis : LP = f (LP)
Pribadi
Menurut Lewin, pribadi adalah heterogen, terbagi menjadi bagian-bagian yang terpisah meskipun saling berhubungan dan saling bergantung. Daerah dalam personal dibagi menjadi sel-sel. Sel-sel yang berdekatan dengan daerah konseptual motor disebut sel-sel periferal ‘‘p”,sel-sel dalam pusat lingkaran disebut sel-sel sentral”s”.
Sistem motor bertidak sebagai suatu kesatuan karena biasanya lahannya dapat melakukan suatu tindakan pada satu saat. Begitu pula dengan sistem perseptual artinya: orang hanya dapat memperhatikan dan mempersepsikan satu hal pada satu saat. Bagian bagian tersebut mengadakan komunikasi dan interdependen; tidak bisa berdiri sendiri.



2. Dinamika Kepribadian
Konsep-konsep dinamika pokok dari Lewin yakni kebutuhan energi psikis, tegangan , kekuatan atau vektor dan valensi. Konstruk konstruk dinamik ini menentukan lokomosi khusus dari individu dan cara ia mengatur struktur lingkungannya, Lokomosi dan perubahan perunahan struktur berfungsi mereduksikan tegangan dengan cara memuaskan kebutuhan. Suatu tegangan dapat direduksikan dan keseimbanagan dipulihkan oleh suatu lokomosi substitusi. Proses ini menuntut bahwa dua kebutuhan erat bergantungan satu sama lain sehingga pemiasan salah satu kebutuhan adalah melepaskan tegangan dari sistem kebutuhan lainnya.
Akhirnya, tegangan dapat direduksikan dengan lokomosi-lokomosi murni khayalan. Seseorang yang berkhayal bahwa ia telah melakukan suatu perbuatan yang sulit atau menempati suatu jabatan yang tinggi mendapat semacam kepuasan semu dari sekedar berkhayal tentang keberhasilan.
Dinamika kepribadian menrut Kurt Lewin:
- Enerji
Menurut Lewin manusia adalah system energi yang kompleks. Energi muncul dari perbedaan tegangan antar sel atau antar region. Tetapi ketidakseimbangan dalam tegangan juga bias terjadi antar region di system lingkungan psikologis.
- Tegangan
Tegangan ada dua yaitu tegangan yang cenderung menjadi seimbang dan cenderung untuk menekan bondaris system yang mewadahinya.
-Kebutuhan
Menurut Lewin kebutuhan itu mencakup pengertian motif, keinginan dan dorongan. Menurut Lewin kebutuhan ada yang bersifat spesifik yang jumlahnya tak terhingga, sebanyak keinginan spesifik manusia.
-Tindakan (Action)
Disini dibutuhkan dua konsep dalam tindakan yang bertujuan didaerah lingkungan psikologis.
-Valensi
Adalah nilai region dari lingkungan psikologis bagi pribadi. Region dengan valensi positif dapat mengurangi tegangan pribadi, akantetapi region dengan valensi negative dapat meningkatkan tegangan pribadi (rasa takut).
-Vektor
Tingkah laku atau gerak seseorang akan terjadi kalau ada kekuatan yang cukup yang mendorongnya. Meminjam dari matematika dan fisika, Lewin menyebut kekuatan itu dengan nama Vektor. Vektor digambar dalam ujud panah, merupakan kekuatan psikologis yang mengenai seseorang, cenderung membuatnya bergerak ke arah tertentu. Arah dan kekuatan vektor adalah fungsi dari valensi positif dan negatif dari satu atau lebih region dalam lingkungan psikologis. Jadi kalau satu region mempunyai valensi positif (misalnya berisi makanan yang diinginkan), vektor yang mengarahkan ke region itu mengenai lingkaran pribadi. Kalau region yang kedua valensinya negatif (berisi anjing yang menakutkan), vektor lain yang mengenai lingkaran pribadi mendorong menjauhi region anjing. Jika beberapa vektor positif mengenai dia, misalnya, jika orang payah – dan lapar – dan makanan harus disiapkan, atau orang harus hadir dalam pertemuan penting – dan tidak punya waktu untuk makan siang, hasil gerakannya merupakan jumlah dari semua vektor. Situasi itu Bering melibatkan konflik, topik yang penelitiannya dimulai oleh Lewin dan menjadi topik yang sangat Iuas dari Miller dan Dollard.
-Lokomosi
Lingkaran pribadi dapat pindah dari satu tempat ketempat lain di dalam daerah lingkungan psikologis. Pribadi pindah ke region yang menyediakan pemuasan kebutuhan pribadi-dalam, atau menjauhi region yang menimbulkan tegangan pribadi-dalam. Perpindahan lingkaran pribadi itu disebut lokomosi (locomotion). Lokomosi bisa berupa gerak fisik, atau perubahan fokus perhatian. Dalam kenyataan sebagian besar lokomosi yang sangat menarik perhatian psikolog berhubungan dengan perubahan fokus persepsi dan proses atensi.

-Event
Lewin menggambarkan dinamika jiwa dalam bentuk gerakan atau aksi di daerah ruang hidup, dalam bentuk peristiwa atau event. Telah dijelaskan di depan, bahwa peristiwa (event) adalah hasil interaksi antara dua atau Iebih fakta balk di daerah pribadi maupun di daerah lingkungan. Komunikasi (hubungan antar sel atau region) dan lokomosi (gerak pribadi) adalah peristiwa, karena keduanya melibatkan dua fakta atau lebih.
 Ada tiga prinsip yang menjadi prasyarat terjadinya suatu peristiwa; keterhubungan (related¬ness), kenyataan (concretness), kekinian (contemporary), sebagai berikut:
1. Keterhubungan: Dua atau lebih fakta berinteraksi, kalau antar fakta itu terdapat hubungan-hubungan tertentu, mulai dari hubungan sebab akibat yang jelas, sampai hubungan persamaan atau perbedaan yang secara rasional tidak penting.
2. Kenyataan: Fakta harus nyata-nyata ada dalam ruang hidup. Fakta potensial atau peluang yang tidak sedang eksis tidak dapat mempengaruhi event masa kini. Fakta di luar lingkungan psikologis tidak berpengaruh, kecuali mereka masuk ke ruang hidup.
3. Kekinian: Fakta harus kontemporer. Hanya fakta masa kini yang menghasilkan tingkahlaku masa kini. Fakta yang sudah tidak eksis tidak dapat menciptakan event masa kini. Fakta peristiwa nyata di masa lalu atau peristiwa potensial masa mendatang tidak dapat menentukan tingkahlaku saat ini, tetapi sikap, perasaan, dan fikiran mengenai masa Ialu dan masa mendatang adalah bagian dari ruang hidup sekarang dar mungkin dapat mempengaruhi tingkahlaku. Jadi, ruang hidup sekarang harus mewakili isi psikologi masa lalu, sekarang, dan masa mendatang.
-Konflik
Konflik terjadi di daerah lingkungan psikologis. Lewin mendefinisikar konflik sebagai situasi di mana seseorang menerima kekuatan-kekuatan yang sama besar tetapi arahnya berlawanan. Vektor-vektor yang mengenai pribadi, mendorong pribadi ke arah tetentu dengan kekuatan tertentu. Kombinasi dari arah dan kekuatan itu disebut jumlah kekuatan (resultant force), yang menjadi kecenderungan lokomosi pribadi (lokomosi psikologikal atau fisikal).
Ada beberapa jenis kekuatan, yang bertindak seperti vektor, yakni:
-    Kekuatan pendorong (driving force): menggerakkan, memicu terjadinya lokomosi ke arah yang ditunjuk oleh kekuatan itu.
-     Kekuatan penghambat (restraining force): halangan fisik atau sosia menahan terjadinya lokomosi, mempengaruhi dampak dari kekuatan pendorong
-     Kekuatan kebutuhan pribadi (forces corresponding to a persons needs): menggambarkan keinginan pribadi untuk mengerjakan sesuatu.
-     Kekuatan pengaruh (induced force): menggambarkan keinginan dari orang lain (misalnya orang tua atau teman) yang masuk menjadi region lingkungan psikologis.
-     Kekuatan non manusia (impersonal force): bukan keinginan pribadi tetap juga bukan keinginan orang lain. Ini adalah kekuatan atau tuntutan dari fakta atau objek.
Konflik tipe 1:
Konflik yang sederhana terjadi kalau hanya ada dua kekuatan berlawana¬yang mengenai individu. Konflik semacam ini disebut konflik tipe 1 .
Ada tiga macam konflik tipe 1:
-     Konflik mendekat-mendekat, dua kekuatan mendorong ke arah yang berlawanan, misalnya orang dihadapkan pada dua pilihan yang sama¬sama disenanginya.
-     Konflik menjauh-menjauh, dua kekuatan menghambat ke arah yang yang berlawanan, misalnya orang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak disenanginya.
-     Konflik mendekat-menjauh, dua kekuatan mendorong dan menghambat muncul dari satu tujuan, misalnya orang dihadapkan pada pilihan sekaligus mengandung unsur yang disenangi dan tidak disenanginya.
Konflik tipe 2:
Konflik yang kompleks bisa melibatkan lebih dari dua kekuatan. Konflik yang sangat kompleks dapat membuat orang menjadi diam, terpaku atau terperangkap oleh berbagai kekuatan dan kepentingan sehingga dia tidak dapat menentukan pilihan, adalah konflik tipe 2.
Konflik tipe 3
Orang berusaha mengatasi kekuatan-kekuatan penghambat, sehingga konflik menjadi terbuka,ditandai sikap kemarahan,agresi,pemberontakan atau sebaliknya penyerahan diri yang neorotik. Pertentangan antar kebutuhan pribadi-dalam, konflik antar pengaruh,dan pertentangan antar kebutuhan dengan pengaruh,menimbulkan pelampiasan usaha untuk mengalahkan kekuatan penghambat.

Tingkat Realita
Konsep realita menurut Lewin adalah realita berisi lokomosi aktual,dan tak-tak realita berisi lokomosi imajinasi. Realita dan tak realita adalah suatu kontinum dari ekstrim realita sampai ekstrim tak realita. Lokomosi mempunyai tingkat realita dan tak realita berbeda-beda.
Menstuktur Lingkungan
Lingkungan psikologi adalah konsep yang sangat mudah berubah. Dinamika dari lingkungan dapat berubah dengan 3 cara yakni:
a. Perubahan valensi : Region bisa berubah secara kuantitatif-valensinya semakin positif atau semakin negatif,atau berubah secara kualitatif dari positif menjadi negatif atau sebaliknya region baru bisa muncul dan region lama bisa hilang.
b. Perubahan vektor : Vektor mungkin dapat berubah dalam kekuatan dan arahnya.
c. Perubahan Bondaris : Bondaris mungkin menjadi semakin permeabel atau semakin tidak permeabel,mungkin muncul sebagai bondaris atau tidak muncul sebagai bondaris.
Mempertahankan Keseimbangan
Dalam sistem reduksi tegangan,tujuan dari proses psikologis adalah mempertahankan pribadi dalam keadaan seimbang. Yang paling umum dan paling efektif untuk mengembalikan keseimbangan adalah melalui lokomosi dalam lingkungan psikologis,memindah pribadi ke region tempat objek yang bervalensi positif(yang memberi kepuasan). Tapi kalau region yang diinginkan mempunyai bondaris yang tak permeabel tegangan terkadang dapat dikurangi(dan keseimbangan dapat diperoleh)dengan melakukan lokomosi pengganti,pindah ke region yang dapat memberi kepuasan lain(yang bondarisnya permeabel) ternyata dapat menghilangkan tegangan dari system kebutuhan semula.
Kecenderungan mencapai keseimbangan itu tidak berarti membuat diri seimbang sempurna,tetapi menyeimbangkan semua tegangan dalam daerah pribadi-dalam. Lewin menjelaskan bahwa dalam sistem yang kompleks menjadi seimbang bukan berarti hilangnya tegangan,tetapi mempeoleh keseimbangan dari tegangan internal. Tujuan utama dari perkembangan psikologis adalah menciptakan semacam struktur internal yang menjamin keseimbangan psikologis bukan membuat bebas tegangan.






3. Perkembangan Kepribadian
Menurut Lewin hakekat Perkembangan Kepribadian itu adalah :
1. Diferensiasi
Yaitu semakin bertambah usia, maka region-region dalam pribadi seseorang dalam LP-nya akan semakin bertambah. Begitu pula dengan kecakapan kecakapan/ keterampilan keterampilannya.
Contoh : orang dewasa lebih pandai menyembunyikan isi hatinya daripada anak-anak (region anak lebih mudah ditembus).
2. Perubahan dalam variasi tingkah lakunya
3. Perubahan dalam organisasi dan struktur tingkah lakunya lebih kompleks.
4. Bertambah luas arena aktivitas
contoh: Anak kecil terikat oleh masa kini sedangkan orang dewasa terikat oleh masa kini, masa lampau dan masa depan.
5. Perubahan dalam realitas. Dapat membedakan yang khayal dan yang nyata, pola  berpikir meningkat, contohnya dari pola berpikir assosiasi menjadi pola berpikir abstrak.
Bagi Lewin perkembangan tingkah laku merupakan fungsi dari pribadi dan lingkungan psikologis.

DAFTAR REFERENSI

Djajadisastra, Jusuf, (1987). Psikologi Perkembangan dan Psikologi Pendidikan.
            Bandung : PPG.
Hamalik, Umar, (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakata : PT. Bumi Aksara.
Sagala, Syaiful, (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
Di sadur melalui Internet :
Ardi, Maqassary

Soewondo, Soetinah,  (1993). Dasar-dasar Pendidikan. Semarang: Effhar Offset.

Baharuddin, dan Nur,  Esa Wahyuni, (2008).
Teori Belajar dan Pembelajaran.
Jogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Suwarno, Wiji, (2006). Dasar-dasar ilmu pendidikan. Jogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Arie, Asnaldi, (2000). Teori-Teori Belajar Proses Perubahan Tingkahlaku & Belajar.
Jakarta : Google Search.

Pembelajaran Menurut Aliran Kognitif Oleh Afa Kholifia dari Jurusan Pendidikan Akutansi UM :
http://elearningpo.unp.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=133&Itemid=233